Kau, Sekali Lagi
kau mungkin bisa membuatku kecil
tapi kau tidak akan bisa membuatku mati
aku masih bisa berjalan
diiringi mentari dan bulan yang setia
aku tidak pernah ingin padam
akan sebuah keinginan yang kian menajam
...
ke sana
suatu tempat yang tak pernah kaupahami
26 Oktober 2001
Friday, September 19, 2003
Sungguh
seperti biasa, aku mengingatMU di saat seperti ini
lapar
lusuh
berserak
hambar
dan terbuang
aku mungkin datang padaMU saat aku lemah
melupakanMU saat aku kuat
aku takut KAU benci karena itu
aku pun takut saat KAU jauh
mendiamkanku tanpa peduliMU
mengerdilkanku dengan laknatMU
menenggelamkanku dengan murkaMU
diantara takut murkaMU
aku begitu ingin menengadah
memintaMU mendengarku
mengiyakan mauku
akan bahagia yang tercari
akan betapa sunyinya hidup tanpa telingaMU
akan betapa rindunya sejuk belaianMU
diantara takut laknatMU
aku mengiba
mengharapkan senyum bukti sayangMU
aku sangat ingin KAU pahami
sangat ingin KAU maklumi
KAU lah Maha Setia
KAU lah Maha ku Butuh
sungguh, aku memohon
26 Oktober 2001
seperti biasa, aku mengingatMU di saat seperti ini
lapar
lusuh
berserak
hambar
dan terbuang
aku mungkin datang padaMU saat aku lemah
melupakanMU saat aku kuat
aku takut KAU benci karena itu
aku pun takut saat KAU jauh
mendiamkanku tanpa peduliMU
mengerdilkanku dengan laknatMU
menenggelamkanku dengan murkaMU
diantara takut murkaMU
aku begitu ingin menengadah
memintaMU mendengarku
mengiyakan mauku
akan bahagia yang tercari
akan betapa sunyinya hidup tanpa telingaMU
akan betapa rindunya sejuk belaianMU
diantara takut laknatMU
aku mengiba
mengharapkan senyum bukti sayangMU
aku sangat ingin KAU pahami
sangat ingin KAU maklumi
KAU lah Maha Setia
KAU lah Maha ku Butuh
sungguh, aku memohon
26 Oktober 2001
Thursday, September 18, 2003
Berontak
aku hanya sedikit menggugat
tentang perasaan yang kau matikan disini
tidakkah kau inginkan sebuah perasaan
tentang adrenalin yang menyeruak ketika kau diantara mereka, para demonstran itu
tentang tangis yang memerahkan mata ketika kau diantara mereka, para pengungsi itu
tidakkah kau ingin?
tapi kau tertawa
dan kau bicara teknologi
yang buat robot mainanmu menangis
ah, itu muslihat kau agar teknologimu laku
darimana kau ciptakan perasaan mainanmu
sedang kau sendiri tak paham perasaan
kecuali memang kau bermimpi tentang perasaan
kau, masih saja kurung aku
tidak hanya perasaanku, bahkan mimpiku
tapi aku akan terus berontak
karena aku masih inginkan perasaan itu
dan aku takkan berbagi denganmu
tidak lagi
18 Oktober 2001
aku hanya sedikit menggugat
tentang perasaan yang kau matikan disini
tidakkah kau inginkan sebuah perasaan
tentang adrenalin yang menyeruak ketika kau diantara mereka, para demonstran itu
tentang tangis yang memerahkan mata ketika kau diantara mereka, para pengungsi itu
tidakkah kau ingin?
tapi kau tertawa
dan kau bicara teknologi
yang buat robot mainanmu menangis
ah, itu muslihat kau agar teknologimu laku
darimana kau ciptakan perasaan mainanmu
sedang kau sendiri tak paham perasaan
kecuali memang kau bermimpi tentang perasaan
kau, masih saja kurung aku
tidak hanya perasaanku, bahkan mimpiku
tapi aku akan terus berontak
karena aku masih inginkan perasaan itu
dan aku takkan berbagi denganmu
tidak lagi
18 Oktober 2001
Seorang Tua
seorang tua
bersimpuh
bersandar
nafasnya terengah-engah
darah mengalir entah dari mana
basahi muka dan tutupi mata
baju putih lusuhnya tak kebal ceceran merah darah
siang itu, puluhan massa ada di depannya
dan di seberang sana kura-kura siap siaga
entah mula siapa kacau jadinya
dan gerobak minumnya tak cukup jadi pelindung
hingga sesuatu membuat darah menjadi topeng wajahnya
saat itu,
diantara nafas terengah-engah
diantara panik dan pasrah
dibalik celah sempit mata
satu tanya masih tersimpan di benaknya:
salahku apa?
16 Oktober 2001
seorang tua
bersimpuh
bersandar
nafasnya terengah-engah
darah mengalir entah dari mana
basahi muka dan tutupi mata
baju putih lusuhnya tak kebal ceceran merah darah
siang itu, puluhan massa ada di depannya
dan di seberang sana kura-kura siap siaga
entah mula siapa kacau jadinya
dan gerobak minumnya tak cukup jadi pelindung
hingga sesuatu membuat darah menjadi topeng wajahnya
saat itu,
diantara nafas terengah-engah
diantara panik dan pasrah
dibalik celah sempit mata
satu tanya masih tersimpan di benaknya:
salahku apa?
16 Oktober 2001
Saturday, September 13, 2003
Dimana
dimana angin
yang berhembus semilir menyibak sepiku
dimana burung
yang berkicau meriahkan sunyiku
dimana embun
yang kunanti menetes membasahi dataran keringku
harusnya bangunan-bangunan tinggi yang menghimpit itu bicara padaku
bukankah engkau ada untuk melindungi aku
harusnya pula kalian yang ada di sebelahku menjadi pendengarku
bukankah kalian ada di dekatku
tetapi,
engkau dan kalian hanyalah pengurungku
yang membiarkanku diam tak berasa dan menahan nafas
yang membiarkanku mendekam dalam penjara hingar bingar tanpa hati
yang membiarkanku menggeliat sendiri mencari suara dan kata
dan aku berharap pada angin
dan aku berharap pada burung
dan aku berharap pada embun
dimana angin
yang berhembus semilir menyibak sepiku
dimana burung
yang berkicau meriahkan sunyiku
dimana embun
yang kunanti menetes membasahi dataran keringku
dimana
30 September 2001
dimana angin
yang berhembus semilir menyibak sepiku
dimana burung
yang berkicau meriahkan sunyiku
dimana embun
yang kunanti menetes membasahi dataran keringku
harusnya bangunan-bangunan tinggi yang menghimpit itu bicara padaku
bukankah engkau ada untuk melindungi aku
harusnya pula kalian yang ada di sebelahku menjadi pendengarku
bukankah kalian ada di dekatku
tetapi,
engkau dan kalian hanyalah pengurungku
yang membiarkanku diam tak berasa dan menahan nafas
yang membiarkanku mendekam dalam penjara hingar bingar tanpa hati
yang membiarkanku menggeliat sendiri mencari suara dan kata
dan aku berharap pada angin
dan aku berharap pada burung
dan aku berharap pada embun
dimana angin
yang berhembus semilir menyibak sepiku
dimana burung
yang berkicau meriahkan sunyiku
dimana embun
yang kunanti menetes membasahi dataran keringku
dimana
30 September 2001
Antara Debu dan Batu
ketika itu, kami adalah debu
yang lepas, tak berberat, ringan tanpa daya
terombang ambing, tersaput angin tanpa lekatan sesuatupun
ketika itu nanti, kami adalah batu
yang tegar, keras tak terpindahkan
meskipun banjir dan lava mengikis menggulingkan
tetapi setidaknya, kami pernah kokoh berdiri
untuk tidak mudah digerus dan terabaikan
ketika itu nanti, kami bukanlah mimpi
karena batu adalah nyata
karena apalah arti sebutir debu
Oktober 2000
ketika itu, kami adalah debu
yang lepas, tak berberat, ringan tanpa daya
terombang ambing, tersaput angin tanpa lekatan sesuatupun
ketika itu nanti, kami adalah batu
yang tegar, keras tak terpindahkan
meskipun banjir dan lava mengikis menggulingkan
tetapi setidaknya, kami pernah kokoh berdiri
untuk tidak mudah digerus dan terabaikan
ketika itu nanti, kami bukanlah mimpi
karena batu adalah nyata
karena apalah arti sebutir debu
Oktober 2000
Subscribe to:
Posts (Atom)